Ada Apa Dengan Cinta?
Senin, 13 Februari 2012 by Iif-Fia in Label:

08 Februari 2012, 10 tahun ditayangkannya film Ada Apa Dengan Cinta? Film remaja yang sepuluh tahun lalu heboh banget dan berasa bagus bangte tapi kalau dibawa ke zaman sekarang maka jatohnya cheesy banget, ftv banget.

Anyway, dalam rangka 10 tahun AADC? ini, Miles Production muter lagi itu film selama dua hari di Blok M Square. Jadilah gue dan temen, si @rhararar nonton film itu dan bernostalgia.

It's the first time gue nonton AADC? di bioskop. Kaget? Ya mau gimana ya, secara dulu eike kan masih tinggal di kampung jadinya cuma bisa menikmati filmnya beberapa bulan kemudian, tepatnya setelah ada VCD bajakannya di rental-rental. Catet ya, VCD, not DVD. Miris? Ya, begitulah gue duulu.

Tapi, gue nulis tentang AADC? bukan untuk bermiris-miris ria. First, kenapa gue nulis di blog ini? Simpel, karena apa yang mau gue ceritain tentang AADC? terkait dengan masa-masa ketika SMP, which is itu masa-masa gue amsih sering bareng ama si Fia *eh, sering nggak sih Fi?*

Jadi begini. Semua udah pada tahu 8dan hafal* dong ya puisinya si Rangga? Nggak hafal? Nih contekannya:

Aku lari ke hutan, kemudian menyanyiku
Aku lari ke pantai, kemudian teriakku
Sepi... Sepi dan sendiri aku benci.
Aku ingin bingar. Aku mau di pasar.

Bosan aku dengan penat,
dan enyah saja kau, pekat!

Seperti berjelaga jika aku sendiri
Pecahkan saja gelasnya biar ramai
Biar mengaduh sampai gaduh

Ahh.. ada malaikat menyulam jaring laba-laba belang
di tembok keraton putih
Kenapa tak goyangkan saja loncengnya?
Biar terderah,
atau... aku harus lari ke hutan belok ke pantai?

Romantis? Yes. Cowok yang nulis puisi itu romantis? Well, menurut gue lebih romantis cowok yang doyan nulis cek buat pacarnya *abaikan*.
Next, ada satu puisi lagi, puisi yang ditulis Rangga di halaman terakhir buku hariannya dan nggak seterkenal puisi pertama sih. Here it is:
perempuan datang atas nama cinta
bunda pergi karna cinta
digenangi air racun jingga adalah wajahmu
seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan

ada apa dengannya
meninggalkan hati untuk dicaci
lalu sekali ini aku melihat karya surga
dari mata seorang hawa

ada apa dengan cinta
tapi aku pasti akan kembali
dalam satu purnama
untuk mempertanyakan kembali cintanya.
bukan untuknya, bukan untuk siapa
tapi untukku
karena aku ingin kamu,itu saja.

 Jadi, kita mau ngomongin apa nih? Tentunya bukan membahas puisi ya.

Jadi, waktu nonton AADC?, tepatnya waktu scene kedua puisi ini, gue jadi ingat waktu SMP dulu. Boong banget kalau gue bilang gue nggak terkena sindrom Rangga alias doyan nulis puisi. Bisa dibilang, gue kena sindrom akut parah sampai-sampai kerjaannya nulis puisi mulu, instead of nyatetin pelajaran *abaikan*. Trus, yang kena bukan cuma gue. Hampir semua temen-temen gue *dkecilin dikit, hampir semua anak-anak 3B SMP1 Bukittinggi* jadi doyan nulis puisi. Ingat banget gue tampang sangar kayak si Komar ternyata bisa nulis puisi yang nendang bangte, atau bagaimana si Coverboy Aneka wanna be, si Parcott, pernah nulis puisi di kertas binder warna *catet* pink, atau seorang Sendy yang mendadak unyu *sayang waktu itu belum ada istilah unyu* nulis puisi bertema persahabatan. Kalau disebutin satu-satu, bakal panjang sik.

Tapi, intinya bukan di puisi thing or Rangga thing, tapi ke kebiasaan kami-kami *ceileee kami* kala itu. Kami sukaaaa banget nulis, apapun. Bahkan ya, entah siapa yang mulai, kita-kita suka nulis cerita di buku isi 40/100. Abis ditulis, trus dituker-tukerin biar dibaca sama yang lain. Inti cerita waktu itu seputar horror slash thriller *thanks to Ghoosebumps* dan persahabatan *refers to Lima Sekawan* meski dikit-dikit ada juga yang nyerempet fantasi *korban Harpot deh in pasti*. Kalau dilihat-lihat, ceritanya memang masih agak cetek, tapi semangatnya itu loh. Kece. kepikiran nggak sih anak-anak usia SMP di kota kecil yang jauh dari sumber informasi *helloooo, satu-satunya Gramedia cuma ada di padang dan berjarak dua jam perjalanan* tapi kepikiran aja gitu ngarang cerita.

Kece.

Trus ya, balik lagi ke kenangan. Selain suka nulis cerita, kita juga suka ninggalin sepatah dua patah kata di kertas binder teman. Atau mungkin juga gambar. Dan puisi jadi primadona kala itu gara-gara efek si AADC? ini. Ternyata, meski telat beberapa bulan, kita-kita di daerah bisa juga terjangkit kreativitas yang ditularkan AADC?.

Kece.


Salam, iif

Menulis
Selasa, 01 Februari 2011 by Iif-Fia in Label:

Malam ini, ketika saya dan teman-teman sedang makan malam di food court salah satu pusat perbelanjaan di daerah Depok, mata saya melayang ke spanduk yang banyak bertebaran di sana. Salah satu spanduk memaku mata saya.
Inilah spanduk tersebut:


Agar lebih jelasnya, kalimat di spanduk tersebut berbunyi:
"Ingin mengenal dunia.... BACAlah. Ingin dikenal dunia.... TULISlah"

Hanya sebaris kalimat tapi makna yang dikandungnya sangatlah dalam.
Kita semua tentu mengenal kata sakti "Buku adalah jendela dunia" dimana secara gamblang dapat diartikan dengan membaca buku, kita bisa mengetahui apa saja yang terdapat di dunia ini. Dalam segala hal. Dan buku tak kan pernah basi. Kitab sakti "Mahabhrata" atau novel klasik "Hamlet" hingga ke buku baru macam "Negeri 5 Menara" "Harry Potter series" "Chicken Soup series" dan buku apapun akan membuka cakrawala kita semua akan hal-hal yang selama ini belum kita ketahui. Dengan banyak membaca, kita tak ubahnya sebuah ensiklopedi berjalan.
Itulah keuntungan membaca. Dan kita semua memahaminya.

Namun, anak kalimat kedua membuat saya tertegun. "Ingin dikenal dunia, TULISlah."
Saya sangat setuju dengan kalimat tersebut. Karena saya juga mempunyai prinsip yang sama. Saya ingin meninggalkan jejak kaki di setiap penjuru bumi dan caranya adalah melalui tulisan. Hasil tulisan kita tak kan lekang oleh waktu. Akan bertahan sampai kapanpun jua. Meski dunia berubah menjadi mesin serba canggih dan hidup serba praktis, namamu akan s elalu tercatut dalam setiap tulisan yang kau hasilkan.
Tulisan. Apapaun itu. Bukan hanya buku 'How To' yang hanya bisa dihasilkan oleh para ahli -kau tak perlu kecil hati jika tak bisa menghasilkannya-, karya sastra buah pena para pujangga dan sastrawan -jika ini bukan bidangmu, kau tak usah mengeluh-, artikel-artikel di media massa bahkan racauan tak pentingmu di portal pribadi. Semuanya berbentuk tulisan. Disanalah kamu -kita- meninggalkan jejak kaki untuk dinikmati di masa kelak -oleh kita dan mereka yang ada setelah kita-.
Bukankah sekarang semakin mudah meninggalkan jejak tulisan? Bahkan hanya dengan bermodalkan 140 huruf saja sudah bisa menjadi microdiary-mu -twitter-, Semuanya adalah tulisan.
Dan karena hal itulah dunia mengenalmu.

Lalu, dalam bentuk apakah saya ingin dikenal dunia?
Tentu saja dalam bentuk tulisan. Jika saja impian saya melempar buku ke pusat dunia tidak terpenuhi, melalui portal ini sudah cukup untuk meninggalkan jejak. Toh, 5, 10, 15 bahkan 30 tahun lagi -atau lebih- saya masih bisa menikmati tulisan ini. Bukan hanya saya, kamu, kalian, siapa saja, juga bisa menikmatinya. Untuk itu, ayo kita tinggalkan jejak di muka bumi melalui rangkaian kata.

Melalui tulisan.

So, selamat menulis
love,

February Air - Lights
by Iif-Fia in Label:


If you don't believe me
If you don't like my plans
You mustn't tell me
How I know your face like the back of my hand

We walk the city
I talk so you understand
So won't you tell me
How I know this place like the back of my hand

My arms get cold
In February air
Please don't lose hold of me out there

And I know you're near me
I know you understand
Say that you're with me
Do you know my face like the back of your hand

My arms get cold
In February air
Please don't lose hold of me out there

My arms get cold
In February air
Please don't lose hold of me out there

yeah yeah yeah yeah

Out there

yeah yeah yeah yeah
hey yeah
yeah yeah yeah yeah
hey yeah
yeah yeah yeah yeah

My arms get cold
In February air
Please don't lose hold of me out there

My arms get cold
In February air
Please don't lose hold of me out there

There
There
February air, air
And i know this place like the back of my hand

Sebuah Tanya - Soe Hok-Gie
Sabtu, 29 Januari 2011 by Iif-Fia in Label:

Akhirnya semua akan tiba
Pada suatu hari yang biasa
Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui

Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
Memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
Sambil membenarkan letak leher kemejaku

(kabut tipis pun turun pelan-pelan
Di lembah kasih, lembah mandalawangi
Kau dan aku tegak berdiri
Melihat hutan-hutan yang menjad suram
Meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu
Ketika kudekap kau
Dekaplah lebih mesra, lebih dekat

(lampu-lampu berkelipan di jakarta yang sepi
Kota kita berdua, yang tua dan terlena dalam mimpinya
Kau dan aku berbicara
Tanpa kata, tanpa suara
Ketika malam yang basah menyelimuti jakarta kita)

Apakah kau mash akan berkata
kudengar derap jantungmu
kita begitu berbeda dalam semua
kecuali dalam cinta

(hari pun menjadi malam
Kulihat semuanya menjadi muram
Wajah-wajah yang tidak kita kenal berbicara
Dalam bahasa yang kita tidak mengerti
Seperti kabut pagi itu)

Manisku, aku akan jalan terus
Membawa kenang-kenangan dan harapan-harapan
Bersama hidup yang begitu biru

1 april 1969
-SHG

Dalam Dekap Rasa (Part 1)
Jumat, 28 Januari 2011 by Iif-Fia in Label: ,


03 Januari 2010
Dear Tuan Pemberi Rasa
Hari ini hujan lagi. Apakah di tempatmu hujan juga?
Aku suka hujan. Bagiku, tiap tetes hujan mengandung sebuah harapan baru. Dan harapku adalah, semoga kau rasa limpahan cinta yang ku titip di tiap tetes hujan.
Adakah kau rasa? Cinta yang berjumpalitan di dada? Semua ku berikan semata untukmu saja.
Salamku, Buana

Sebuah tulisan singkat, tapi aku melihat ada banyak makna tersirat di sana. Sebuah pengharapan yang teramat besar bagi terbalasnya sebuah cinta.
Ku tatap nanar layar laptop. Tulisan singkat yang terdapat dalam sebuah portal berjudul www.dalamdekaprasa.blogspot.com tersebut selalu berhasil memakuku. Aku tidak pernah kenal siapa pemiliknya. Dia menamakan dirinya Buana dan rajin mengisi blognya dengan tulisan-tulisan yang sarat akan makna. Tidak ada petunjuk lebih mengenai dia. Dan ini membuatku bertanya-tanya, siapa dia?
Perkenalanku dengan blog ini tidak disengaja. Berawal dari keisengan menjelajah dunia maya mencari sebait puisi untuk ku selipkan di kartu ucapan selamat ulang tahuan kepada ibuku. Tepatnya, aku mengutip sebait puisi milik Sapardi Djoko Damono yang juga dikutip oleh si pemilik blog. Sejak saat itu, aku sering mengunjunginya. Kalimat-kalimatnya membuatku tidak bisa lupa dan terus menerus berkunjung ke sana.
Dia menemukan dirinya Buana. Entah apa maksud nama itu. Mungkin saja dia merasa dirinya seperti jagad raya, buana, yang lepas dan luas. Mungkin juga dia ingin seperti buana, alam raya, yang dengan ikhlasnya menjadi tempat tinggal manusia-manusia. Atau mungkin saja itu nama aslinya. Namun satu hal yang ku tahu, dia melampiaskan semua perasaannya melalui blog tersebut.
Dalam Dekap Rasa. Aku suka kalimat itu. Sederhana tapi penuh makna. dan kalimat itu cukup untuk menggambarkan perasaannya. Dari tulisan-tulisannya aku tahu kalau dia sedang jatuh cinta, tepatnya begitu mencintai seseorang. Namun sepertinya cinta itu bertepuk sebelah tangan. Pria yang di cintainya tidak pernah tahu mengenai perasaan itu. Dan dia memutuskan untuk memendam cintanya, alih-alih menyatakan langsung kepada si pria.
Mengapa aku seolah begitu mengenal dia? Well, aku selalu mengikuti perkembangan tulisannya satu tahun terakhir. Dan aku sudah melahap habis semua tulisan yang telah mendiami blog tersebut selama dua tahun.
Itu artinya dua tahun juga dia memendam rasa. Memendam cinta.
Tanpa sadar, aku turut prihatin padanya. Bayangkan saja, dua tahun memendam perasaan sementara pria yang kamu cintai tidak pernah menyadari kehadiranmu? Kamu hanya bisa memandangnya dari jauh, menitipkan pesan pada angin semoga angin berbaik hati menyampaikannya, menitipkan perasaanmu pada hujan dengan harapan agar hujan menyampaikan cintamu di tiap tetesnya di atas kepala pria tersebut, dan memandang bintang semoga bintang yang tahu perasaanmu segera memberitahukannya pada pria yang berada jauh di sana. Itulah yang dilakukan perempuan tersebut, Buana.
Setahun mengikuti kisahnya membuatku merasa dekat dengannya. Padahal, sedikitpun aku tidak tahu siapa dia. Berkali-kali aku meninggalkan komentar di sana, bertanya apakah aku bisa mengenalnya? Karena sejujurnya, aku menyukai tulisannya.
Aku jatuh cinta pada tulisan-tulisannya.
Aku mencintai kisahnya.
Dan? Ya, aku mau jujur. Aku telah jatuh cinta padanya, meskipun aku tidak tahu siapa dia.
Sebut aku bodoh, aku terima. Jatuh cinta pada seseorang yang tidak aku kenal sama sekali, bahkan apakah orang itu ada atau tidak, aku tidak tahu. Hanya saja, kisahnya begitu mengusikku. Aku suka tidak sabaran menunggu tulisannya yang di posting seminggu sekali itu. Aku hanya merasa, betapa beruntungnya pria yang dia maksud, dilimpahi cinta yang teramat dalam oleh seorang perempuan.
Jujur saja, aku ingin pria itu adalah aku.

10 Januari 2010
Dear Tuan Pemberi Rasa
Apakah kau lihat bintang malam ini? Begitu banyak dan bercahaya benderang. Malam gelap pun terlihat terang. Seharusnya itu bisa membuatku tenang. Kamu tahu aku suka bintang seperti aku mencintai hujan. Bintang benderang seterang hatiku tuan. Jika malam terang karena cahaya bintang maka hatiku terang akibat cinta mendalam. Cinta, untukmu.
Namun, seterang apapun cinta yang ku berikan. Sedikitpun tak kau hiraukan. Oh tidak, bahkan hadirku saja tidak kau pedulikan. Aku sanksi, adakah aku di ingatanmu? Adakah aku sedikit saja di hatimu? Bertahun ku pendam rasa. Memang, akulah si pengecut yang tak mau ungkap rasa. Bukan karena ku tak ingin tapi karena ku tak kuasa. Aku tak punya daya untuk memulai semua. Aku tak bisa gerakkan lidah untuk ungkap semua. Hasilnya? Ku hanya bisa tatap punggungmu bergerak menjauh dari mata.
Sampai kapan aku harus begini? Jujur, aku lelah dengan semua ini. Ingin ku teriakkan di hadapanmu perasaan ini. Ingin ku katakan betapa aku mencintaimu dan aku tersiksa memendam rasa. Ingin ku katakana semua di hadapanmu, tapi? Aku tak bisa. Ingin salahkan Tuhan saja. Mengpa Dia tak beriku kuasa untuk berkata? Tapi ku tahu ku tak bisa salahkan Dia.
Tidak, aku tidak bisa. Jadi ku putuskan untuk mencintaimu dalam diam saja.
Salamku, Buana
3 Comments
Restu
Maaf jika aku lancang, tapi sampai kapan kamu akan bersikap seperti itu? Menatapnya dari jauh dan mencintainya dalam diam. Dia perlu tahu perasaanmu. Percayalah, itu akan membuatmu tenang. Oh ya, sekali lagi ku katakan. Bolehkan aku mengenalmu?
January 10, 2010 07.25 PM
Buana
Terima kasih telah datang ke blogku. Kamu begitu rajin komentar di sini, heh? Mengenai saranmu, aku tidak tahu. Hanya saja aku terlanjur nyaman dengan keadaan ini. Kamu hanya orang yang melihat dari pinggir, kamu tidak pernah berada di dalamnya, jadi bagaimana kamu bisa tahu bahwa aku akan tenang jika aku mengungkapkan rasa ini?
January 10, 2010 09.30 PM
Restu
Aku memang melihat dari pinggir saja. Karena itu aku bertanya, bolehkah aku mengenalmu? Karena jujur saja, aku terlanjur larut dalam kisahmu. Aku ingin mengenalmu dan tahu lebih banyak tentang kamu. Maaf, jika aku lancang.
January 11, 2010 o4.45 PM

To be continued...
love,

Kicauanmu
Kamis, 27 Januari 2011 by Iif-Fia in Label:

Tahukah kamu?
Setiap saat aku menunggu kicauanmu dalam garis waktu ku
Tapi kicauanmu hanya sesekali muncul.
Dan itu bukan untukku.
Namun bolehkah aku sekedar percaya bahwa kamu menanti dan membaca kicauanku dalam garis waktumu.
Kuharap begitu. Kuharap kau tau. 

#F

Rain - Breaking Benjamin
Rabu, 26 Januari 2011 by Iif-Fia in Label: ,

Lagu ini. Salam sapa dari hati. Selamat menanti. Tulisan kami lagi. Semoga kalian menyukai apa yang kami hadirkan di sini.
Take a photograph,
It'll be the last,
Not a dollar or a crowd could ever keep me here,

I don't have a past
I just have a chance,
Not a family or honest plea remains to say,

Rain rain go away,
Come again another day,
All the world is waiting for the sun.

Is it you I want,
Or just the notion
Of a heart to wrap around so I can find my way around

Safe to say from here,
Your getting closer now,
We are never sad cause we are not allowed to be

Rain rain go away,
Come again another day,
All the world is waiting for the sun.

Rain rain go away,
Come again another day,
All the world is waiting for the sun.

To lie here under you,
Is all that I could ever do,
To lie here under you is all,
To lie here under you is all that i could ever do,
To lie here under you is all,

Rain rain go away,
Come again another day,
All the world is waiting for the sun.

Rain rain go away,
Come again another day,
All the world is waiting for the sun,
All the world is waiting for the sun,
All the world is waiting for the sun.
 Love,