08 Februari 2012, 10 tahun ditayangkannya film Ada Apa Dengan Cinta? Film remaja yang sepuluh tahun lalu heboh banget dan berasa bagus bangte tapi kalau dibawa ke zaman sekarang maka jatohnya cheesy banget, ftv banget.
Anyway, dalam rangka 10 tahun AADC? ini, Miles Production muter lagi itu film selama dua hari di Blok M Square. Jadilah gue dan temen, si @rhararar nonton film itu dan bernostalgia.
It's the first time gue nonton AADC? di bioskop. Kaget? Ya mau gimana ya, secara dulu eike kan masih tinggal di kampung jadinya cuma bisa menikmati filmnya beberapa bulan kemudian, tepatnya setelah ada VCD bajakannya di rental-rental. Catet ya, VCD, not DVD. Miris? Ya, begitulah gue duulu.
Tapi, gue nulis tentang AADC? bukan untuk bermiris-miris ria. First, kenapa gue nulis di blog ini? Simpel, karena apa yang mau gue ceritain tentang AADC? terkait dengan masa-masa ketika SMP, which is itu masa-masa gue amsih sering bareng ama si Fia *eh, sering nggak sih Fi?*
Jadi begini. Semua udah pada tahu 8dan hafal* dong ya puisinya si Rangga? Nggak hafal? Nih contekannya:
bunda pergi karna cinta
digenangi air racun jingga adalah wajahmu
seperti bulan lelap tidur di hatimu
yang berdinding kelam dan kedinginan
ada apa dengannya
meninggalkan hati untuk dicaci
lalu sekali ini aku melihat karya surga
dari mata seorang hawa
ada apa dengan cinta
tapi aku pasti akan kembali
dalam satu purnama
untuk mempertanyakan kembali cintanya.
bukan untuknya, bukan untuk siapa
tapi untukku
karena aku ingin kamu,itu saja.
Jadi, kita mau ngomongin apa nih? Tentunya bukan membahas puisi ya.
Jadi, waktu nonton AADC?, tepatnya waktu scene kedua puisi ini, gue jadi ingat waktu SMP dulu. Boong banget kalau gue bilang gue nggak terkena sindrom Rangga alias doyan nulis puisi. Bisa dibilang, gue kena sindrom akut parah sampai-sampai kerjaannya nulis puisi mulu, instead of nyatetin pelajaran *abaikan*. Trus, yang kena bukan cuma gue. Hampir semua temen-temen gue *dkecilin dikit, hampir semua anak-anak 3B SMP1 Bukittinggi* jadi doyan nulis puisi. Ingat banget gue tampang sangar kayak si Komar ternyata bisa nulis puisi yang nendang bangte, atau bagaimana si Coverboy Aneka wanna be, si Parcott, pernah nulis puisi di kertas binder warna *catet* pink, atau seorang Sendy yang mendadak unyu *sayang waktu itu belum ada istilah unyu* nulis puisi bertema persahabatan. Kalau disebutin satu-satu, bakal panjang sik.
Tapi, intinya bukan di puisi thing or Rangga thing, tapi ke kebiasaan kami-kami *ceileee kami* kala itu. Kami sukaaaa banget nulis, apapun. Bahkan ya, entah siapa yang mulai, kita-kita suka nulis cerita di buku isi 40/100. Abis ditulis, trus dituker-tukerin biar dibaca sama yang lain. Inti cerita waktu itu seputar horror slash thriller *thanks to Ghoosebumps* dan persahabatan *refers to Lima Sekawan* meski dikit-dikit ada juga yang nyerempet fantasi *korban Harpot deh in pasti*. Kalau dilihat-lihat, ceritanya memang masih agak cetek, tapi semangatnya itu loh. Kece. kepikiran nggak sih anak-anak usia SMP di kota kecil yang jauh dari sumber informasi *helloooo, satu-satunya Gramedia cuma ada di padang dan berjarak dua jam perjalanan* tapi kepikiran aja gitu ngarang cerita.
Kece.
Trus ya, balik lagi ke kenangan. Selain suka nulis cerita, kita juga suka ninggalin sepatah dua patah kata di kertas binder teman. Atau mungkin juga gambar. Dan puisi jadi primadona kala itu gara-gara efek si AADC? ini. Ternyata, meski telat beberapa bulan, kita-kita di daerah bisa juga terjangkit kreativitas yang ditularkan AADC?.
Kece.
Salam, iif